Rabu, 27 November 2013

Kinerja 100 Hari Pemerintahan Rohani

Pemerintahan Presiden Iran Hassan Rohani mengukir banyak prestasi di berbagai bidang politik, ekonomi, budaya dan sosial dalam 100 hari kinerjanya. Di antara prestasi yang paling penting adalah mengembalikan roda pemerintahan ke jalur yang rasional, bijak dan menghindari slogan-slogan yang tak perlu.

Meskipun prestasi pemerintah pada masa singkat itu tidak bisa dijadikan parameter utama untuk menilai kinerja pemerintah, tapi jumlah prestasi yang diraih pada masa singkat itu cukup menggembirakan.

Sejak awal menjabat, Presiden Rohani mengambil langkah-langkah penting untuk merealisasikan janji-janjinya dan hal itu tampak dalam menyusun anggota kabinet dan membangun komunikasi dengan semua kubu politik di Iran.

Rohani memilih para pembantunya berdasarkan efektifitas dan menekankan pada kapasitas masing-masing individu terlepas dari orientasi politik mereka. Oleh karena itu, salah satu kriteria pemerintah "bijak dan harapan" adalah bersifat non-partisan dan kabinet teknokrat.

Salah satu slogan kampanye Rohani dalam pemilu lalu adalah memberi ruang yang lebih besar kepada perempuan untuk terlibat di pemerintahan. Sejalan dengan janjinya itu, pada Agustus lalu, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengangkat Marzieh Afkham, seorang diplomat senior sebagai juru bicara Kementerian Luar Negeri. Afkham menjadi perempuan pertama di Iran yang memegang posisi sebagai juru bicara kementerian sejak kemenangan Revolusi Islam.

Akan tetapi, aspek yang paling penting dari keberhasilan di arena politik, berhubungan dengan prestasi-prestasi di bidang diplomatik dan interaksi konstruktif dengan dunia.

Pendekatan bijak dan rasional di bidang kebijakan luar negeri, tidak hanya memperbaiki citra Iran di mata dunia dan mengurangi sanksi-sanksi ilegal terhadap negara itu, tapi juga relatif membantu dalam mengembalikan stabilitas pasar dan ekonomi.

Pemerintahan Rohani juga mempercayakan masalah penyelesaian kasus nuklir Iran kepada Departemen Luar Negeri untuk mengurangi dimensi keamanan isu nuklir, sebuah keputusan yang tampaknya disetujui oleh semua lembaga negara. Sebelum ini, masalah nuklir Iran ditangani oleh Dewan Tinggi Keamanan Nasional.

Kunjungan Presiden Rohani ke New York untuk menghadiri sidang Majelis Umum PBB dan pencapaian-pencapaiannya, merupakan titik balik diplomasi pemerintahannya sepanjang 100 hari lalu.

Pidato Rohani dan pertemuannya dengan sejumlah pejabat tinggi dari berbagai negara dunia, termasuk di antara peristiwa-peristiwa yang telah mengubah pandangan dunia terhadap Republik Islam.

Delegasi Iran mendapat sambutan hangat dari para pejabat tinggi negara-negara dunia di sela-sela sidang Majelis Umum PBB. Fenomena ini mengindikasikan babak baru dalam kebijakan luar negeri Republik Islam Iran.

Prestasi bersejarah yang diukir oleh pemerintahan Rohani sejauh ini adalah mengakhiri sengketa nuklir dengan Barat. Setelah  perundingan yang alot dan melelahkan, akhirnya sebuah kesepakatan sementara antara Iran dan kelompok 5+1 berhasil ditandatangani di Jenewa, Swiss.

Kesepakatan Jenewa memberi pengakuan resmi kepada Iran untuk memperkaya uranium untuk kepentingan damai. Kesepakatan sementara ini tidak hanya akan meringankan sanksi Barat terhadap Iran, tapi juga melarang pengenaan sanksi baru oleh Dewan Keamanan PBB, Uni Eropa, atau Amerika Serikat. Perjanjian ini diharapkan akan membuka jalan bagi penyelesaian komprehensif untuk mengakhiri satu dekade sengketa Barat dengan Republik Islam atas program energi nuklirnya.

Tidak hanya itu, pemerintahan Rohani juga sukses memainkan peran konstruktif untuk mencegah kemungkinan serangan militer ke Suriah. Rusia dengan dukungan penuh Iran, menawarkan sebuah inisiatif pengawasan internasional terhadap senjata kimia Suriah demi menghentikan ambisi perang Barat.

Dalam diplomasi energi, Republik Islam Iran terpilih sebagai pemimpin baru Forum Negara Pengekspor Gas (GECF). Mohammad Hossein Adeli, mantan gubernur Bank Sentral Iran dan mantan Duta Besar Iran untuk London, terpilih sebagai sekretaris jenderal GECF untuk masa jabatan dua tahun ke depan.

Ini adalah pertama kalinya sejak sekitar setengah abad lalu bahwa seorang pejabat Iran menduduki posisi tertinggi di sebuah organisasi internasional di bidang energi. (IRIB Indonesia/RM)

0 komentar:

Posting Komentar