Jumat, 18 Oktober 2013

Peringatan dalam Al-Quran: Hubungan Baik dengan Keluarga Berlainan Keyakinan

Hubungan Baik dengan Keluarga Berlainan Keyakinan

Allah Swt berfirman, "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan ayah dan saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. at-Taubah: 23)

Satu pemahaman yang sering ditekankan dalam ayat-ayat al-Quran adalah hendaknya orang-orang Mukmin menjauhkan dirinya dari orang-orang Kafir, sekalipun mereka merupakan keluarga terdekat. Ayat 23 surat at-Taubah ini menyinggung ayah dan saudara sebagai orang-orang yang dekat, sementara di ayat lain, ayah dan saudara orang-orang Mukmin juga disebutkan dan sekaligus memperingatkan agar tidak dekat dan berteman dengan mereka bila menentang Allah dan Rasul-Nya.

"Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka ..." (QS. al-Mujadilah: 22)

Tentu saja orang-orang dekat yang dicintai manusia tidak terbatas pada empat kelompok ini saja yang disebut dalam surat al-Mujadilah ini, tapi mereka adalah orang-orang terdekat, lalu bagaimana dengan yang lebih jauh?[1]

Dengan mencermati ayat-ayat seperti ini dapat dipahami dengan baik bahwa Allah Swt menjadi prinsip utama dalam menjalin hubungan keluarga dan sahabat. Manusia saat menjalin hubungan perlu ada kesesuaian akidah. Sekalipun kasih sayang ayah, anak, saudara dan keluarga lainnya sangat baik dan menunjukkan hidupnya perasaan manusia, tapi ketika kasih sayang ini mementang kasih sayang Allah, maka ia kehilangan nilainya.[2] Hasilnya, Allah Swt tidak mengizinkan orang-orang Mukmin memiliki hubungan dekat yang bisa saling mempengaruhi dengan orang-orang Kafir, sekalipun mereka itu termasuk orang-orang terdekatnya.

Menurut al-Quran, tidak setiap hubungan diperbolehkan. Meninggalkan hubungan dekat yang bisa mempengaruhi akidah dengan keluarga yang berbeda dari sisi keimanan dan agama bukan saja diperbolehkan dan tidak termasuk memutuskan silaturahmi, tapi al-Quran justru memperingatkan bila seorang mukmin ingin melakukan hubungan ini. Pada dasarnya, memutuskan silaturahmi hanya bermakna dengan keluarga mukmin, bukan setiap orang. Yang perlu diingat, orang tua dalam masalah ini dikecualikan. Berdasarkan ayat-ayat al-Quran, seorang anak harus tetap berlaku baik kepada keduanya, sekalipun mereka musyrik. Hanya saja catatannya adalah tidak mengikuti mereka dalam hal kesyirikan.

Lalu bagaimana bila kita ingin menjalin hubungan dengan keluarga yang berbeda agama dengan tujuan memberikan informasi tentang Islam atau membimbing mereka tentang Islam?

Perbuatan ini diperbolehkan dalam Islam, bahkan merupakan satu perbuatan baik. Karena orang pertama yang diajak oleh Nabi Muhammad Saw untuk menerima Islam adalah keluarganya. Ketika beliau diperintahkan untuk menyebarkan agama Islam secara terang-terangan, beliau mengumpulkan keluarganya dan berusaha membimbing mereka.[3] Sebaliknya, bila upaya membimbing mereka terlihat tidak ada manfaatnya, maka hubungan dekat yang bisa saling mempengaruhi ini ditinggalkan, tapi tetap menjalin hubungan dengan mereka. (IRIB Indonesia)

0 komentar:

Posting Komentar